APA YANG KITA SOMBONGKAN ?


Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang
benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat
terbawah,
sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih
rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa
lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang
lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering
menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus
dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula
kita
mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun
sombong
karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi
karena
seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang
lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem)
dan
kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini
berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat
dengan
kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan
kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam
keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan
waktu,
kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita
butuhkan
dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan
lebih
banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego
inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka)
dan
kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran
sejati.
Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua
perubahan
paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah
makhluk
fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas,
sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir
dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan
kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam
kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan,
label, dan segala
“tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”.
Pandangan
seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau
ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apapun perbuatan baik yang kita
lakukan,
semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri. Kita
memberikan
sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan
kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita
dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali
kepada
kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun
kepuasan
batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita
sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Kalau begitu,
apa
yang kita sombongkan dan ngapain juga sombong ?